Hendaknya seorang hamba mengetahui bahwa bersabar dalam mencegah diri dari syahwat beserta kenikmatan, kegemerlapan, dan fitnah itu lebih mudah daripada harus bersabar dalam menghadapi akibat, penderitaan, dan kerugian yang ditimbulkan oleh syahwat.
Seperti yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah: ”Bersabar untuk mencegah syahwat lebih mudah daripada bersabar menghadapi dampak syahwat, karena syahwat akan menimbulkan penderitaan dan siksa, atau menyebabkan hilangnya kelezatan yang lebih sempurna dari kenikmatan syahwat tersebut. Atau menyebabkan dia menyia-nyiakan waktu yang akan berbuah kerugian dan penyesalan.
Akibat lain adalah tercorengnya nama baik, di mana terjaga nama baiknya lebih bermanfaat bagi seorang hamba daripada tercoreng. Atau dia akan kehilangan harta, di mana hartanya lebih baik dia miliki daripada hilangnya. Atau dia akan jatuh kehormatannya sedangkan dihormati lebih baik daripada dihinakan. Atau dia akan kehilangan suatu nikmat yang sebenarnya lebih lezat dari mengikuti syahwatnya.
Atau akan terbuka jalan kehinaan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Atau akan menyebabkan rasa cemas, gelisah, sedih, dan rasa takut yang tak sebanding dengan remehnya kelezatan syahwat atau akan menyebabkan terlupanya ilmu yang lebih mulia daripada ternikmati syahwatnya. Atau menyebabkan gembiranya lawan dan kesedihan teman.
Atau menyebabkan terputusnya jalan untuk mendapatkan nikmat di masa yang akan datang. Atau dia akan menyandang cela yang menjadi ciri khas dirinya dan tidak akan tercabut darinya selamanya, karena setiap perbuatan akan membentuk sifat dan perangai.” 1
Yang layak disebutkan di sini juga adalah kisah seorang badui yang mencintai seorang wanita. Dia banyak memikirkannya, hingga akhirnya dia bisa bertemu dengan gadis itu. Ketika dia berhasil menggaetnya dan telah duduk di atas tubuh gadis itu tiba-tiba dia ingat hari akhirat. Lalu dia berkata: ”Demi Allah, ada seorang yang hendak menjual jannah yang seluas langit dan bumi dengan fitr (yakni seluas jarak antara ujung jempol dengan ujung telunjuk ketika agak direnggangkan) 2 di antara dua kakimu, alangkah sempitnya pandangan menghadapi bujukan.” 3
Foote Note:
1. al-Fawa’id: 131.
2. Lihat Mishbaahul Munir: 552.
3. Dzammul Hawa Ibnu al-Jauzi hal.265.
[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 16-18, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].
Senin, 28 September 2009
Bersabar untuk Mencegah Syahwat Lebih Mudah daripada Bersabar dalam Menghadapi Akibatnya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar