Telah dipaparkan oleh Abul Faraj Ibnu al-Jauzi dalam Dzammul Hawa, juga Ibnul Qayyim dalam Raudhatul Muhibbin yang membicarakan tentang terapi atas masing-masing penyakit dan penderitanya. Secara khusus Ibnul Jauzi menerangkan terapi untuk setiap fase dari masing-masing fase syahwat.
Maka untuk memandang yang diharamkan ada terapi tersendiri, untuk jenis campur baur laki-laki dan perempuan ada terapi tersendiri dan begitu seterusnya. Sedangkan Ibnul Qayyim telah memberikan formula sebanyak 50 metode terapi atas syahwat secara global dan umum.
Di antara yang dipaparkan oleh Abul Faraj Ibnul Jauzi tentang persoalan ini adalah:
“Ketahuilah bahwa penyakit ‘isyq (mabuk cinta) itu bertingkat-tingkat, maka sudah selayaknya menggunakan cara berbeda dalam memberikan terapi. Maka terapi bagi yang terjangkiti penyakit stadium awal tidak sama dengan terapi bagi yang telah mencapai tingkat kronis. Dan terapi hanya bisa dilakukan atas penyakit yang belum mencapai puncak klimaksnya, jika sudah mencapai klimaksnya ia menjadi gila, saat itulah sulit baginya unutk menerima terapi.” 1
Beliau juga berkata: “Sesungguhnya terus-terusan memandang (yang haram) akan menyebabkan terukirnya gambar yang dicintainya dalam hati dengan ukiran yang kuat. Adapun tandanya adalah: penuhnya isi hati dengan sesuatu yang dicintai, seakan dia melihatnya, seakan dia berkumpul bersamanya saat tidur, dan serasa bercengkerama bersamanya, padahal ia sedang sendirian. Ketahuilah bahwa sebabnya adalah ambisi untuk mendapatkan yang dia cari. Cukuplah ambisi ini dikatakan sebagai penyakit, amat jarang seseorang terjerumus ke dalam kefasikan tanpa disertai ambisi terhadapnya.
Sesungguhnya manusia tatkala melihat permaisuri raja, maka nafsunya hampir tak terpikat dengannya, karena dia merasa mustahil untuk mendapatkannya. Akan tetapi, barangsiapa yang berambisi terhadap sesuatu maka ambisi itu akan memotivasi dia untuk mendapatkannya, dia akan tersiksa ketika tak mendapatkannya.
Terapi bagi penyakit ini adalah dengan bertekad kuat untuk menjauhi objek yang digandrunginya, memastikan diri untuk menahan pandangan darinya dan menjauhkan ambisi terhadapnya, serta menanamkan rasa putus asa dalam hati untuk mendapatkannya.” 2
Beliau berkata pula: “Di antara langkah batin untuk mengobati adalah hendaknya dia berpikir jernih dan menyadari bahwa apa yang sebenarnya dimiliki oleh objek yang Anda gandrungi tidaklah seperti yang ada di benakmu, sibukkanlah pikiranmu untuk melihat sisi buruk yang Anda gandrungi. Karena manusia mengantongi najis dan kotoran, sedangkan orang yang gandrung terhadap seseorang biasanya melihatnya dengan pandangan sempurna.
Sementara hawa nafsu tidak menampakkan sisi kurangnya. Hakikat tidak akan tersingkap kecuali jika ditimbang dengan keadilan, sedangkan hawa nafsu yang bertahta adalah hakim culas yang menutupi aibnya, maka orang yang mabuk cinta memandang keburukan yang dimiliki oleh yang digandrunginya sebagai kebaikan.”
Untuk itulah Ibnu Mas’ud Radhiyallaahu’anhu berkata: ”Jika salah seorang di antara kalian terpesona oleh seorang wanita, maka ingat-ingatlah hal-hal yang busuk yang ada padanya.” 3
Foote Note:
1. Dzammul Hawa, 498.
2. Dzammul Hawa hal 501, 502 dengan sedikit diringkas. Lihat juga hal.537.
3. Dzammul Hawa hal 546, 547 dengan sedikit diringkas.
[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 45-48, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].
Senin, 28 September 2009
Terapi bagi yang Tergoda oleh Fitnah Wanita (Bagian 1)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar