Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 28 September 2009

Terapi bagi yang Tergoda oleh Fitnah Wanita (Bagian 2)

Adapun yang ditutur oleh Ibnul Qayyim tentang metode membebaskan diri dari cengkeraman syahwat, kami memilih di antara solusi yang beliau tawarkan. Di antaranya beliau mengatakan:

”Hendaknya dia berpikir bahwa dirinya diciptakan bukan untuk menuruti hawa nafsu, akan tetapi diciptakan untuk suatu kenikmatan agung yang tidak akan dia dapatkan kecuali dengan mendurhakai hawa nafsu, seperti dikatakan:

”Engkau disiapkn untuk urusan yang besar jika engkau tahu
Maka jagalah dirimu jangan kau sia-siakan” 1


Hendaknya menanamkan kepada jiwa akan hinanya ketaatan kepada hawa nafsu. Karena tiada seorang pun yang mentaati hawa nafsunya kecuali akan mendapatkan kehinaan pada dirinya. Janganlah terpedaya oleh tampilan pengikut hawa nafsu dan kecongkakannya, karena sesungguhnya mereka adalah manusia yang paling hina. Mereka telah mengumpulkan dua keburukan, yakni kesombongan dan kehinaan. 2

Hendaknya dia mengetahui, apa pun yang dicampuri oleh hawa nafsu pasti akan rusak. Jika hawa nafsu mencampuri ilmu, maka akan mengarah kepada bid’ah dan kesesatan, sehingga ia menjadi penganut ahlul ahwa’. Jika hawa nafsu mencampuri sikap zuhud, maka ia akan menggiring pelakunya kepada riya’ dan menyelisihi sunnah. Jika hawa nafsu turut campur dalam masalah hukum, maka hasilnya adalah kezhaliman dan menghalangi kebenaran. Dan jika hawa nafsu turut campur dalam kekuasaan dan uzlah, maka akan menggiring pelakunya untuk khianat kepada Allah dan kaum muslimin karena dia akan memerintah dengan hawa nafsu dan uzlah karena hawa nafsu. 3

Sesungguhnya jihad memerangi hawa nafsu, jika ia tidak lebih agung dari jihad memerangi orang kafir, maka bukan jihad melawan hawa nafsu namanya. Seseorang berkata kepada al-Hasan al-Bashri Rahimahullah: ”Wahai Abu Sa’id, manakah jihad yang paling utama?” Beliau menjawab: ”Engkau memerangi hawa nafsumu”. Saya (Ibnul Qayyim) juga mendengar Syaikh kami Ibnu Taimiyah berkata: ”Jihad memerangi hawa nafsu adalah inti dari jihad memerangi orang kafir dan munafiqin, karena seseorang tidak akan mampu berjihad melawan mereka kecuali jika dia mampu memerangi hawa nafsunya terlebih dahulu, lalu dia berani keluar menghadapi mereka.” 4

Sesungguhnya mengikuti hawa nafsu akan menutup hamba dari pintu taufiq, akan terbuka baginya pintu kehinaan. Maka Anda lihat dia akan berkilah, andai saja Allah memberikan taufiq (kepadanya) niscaya akan begini dan begini.., padahal dia telah menutup jalan taufiq atas dirinya dengan mengikuti hawa nafsunya. Al-Fudhail bin Iyadh berkata: ”Barangsiapa yang telah dikuasai oleh hawa nafsu dan mengikuti syahwat niscaya terputuslah jalan-jalan taufiq darinya.” 5

Sesungguhnya antara tauhid dan mengikuti hawa nafsu adalah dua hal yang saling kontradiksi, karena hawa nafsu adalah berhala. Setiap hamba bisa jadi memiliki berhala di hatinya sesuai dengan kadar hawa nafsunya. Sesungguh-Nya Allah mengutus para Rasul-Nya untuk menghancurkan berhala dan agar ibadah hanya ditujukan kepada-Nya semata, tiada sekutu bagi-Nya.

Maksud Allah bukan sekadar menghancurkan fisik patung sementara berhala yang bercokol di hati dibiarkan, bahkan yang dimaksud adalah menghancurkan berhala di dalam hati adalah prioritas utama. Perhatikanlah perkataan al-Khalil (Ibrahim) yang disitir oleh Allah:

”Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?” (QS. Al-Anbiyaa’: 52).

Betapa Anda mendapatkan keselarasan terhadap berhala yang diingini hati dan selalu dikelilingi serta dijadikan sesembahan selain Allah. 6

Sesungguhnya setiap hamba itu memiliki titik awal dan akhir perjalanan. Maka barangsiapa yang awalnya mengikuti hawa nafsu maka hasil akhirnya adalah kehinaan, kerendahan, terhalang dari kenikmatan dan musibah yang menyertainya sesuai dengan kadar keikutannya terhadap hawa nafsu. Bahkan pada gilirannya akan berakhir dengan azab, di mana dia akan diazab di hatinya. Sebagaimana perkataan penyair:

”Ketika hajat menjadi siksa di masa muda
Di hari tua tetap menjadi siksa baginya”.

Kalau Anda perhatikan kondisi buruk dan kehinaan yang menimpa seseorang, niscaya Anda melihat bahwa awal dari semua itu adalah mengikuti hawa nafsu dan lebih mendahulukannya daripada akal sehat. Dan barangsiapa yang awalnya menyelisihi hawa nafsu dan menuruti panggilan hidayah yang lurus, maka kesudahannya adalah kemuliaan, kehormatan, kecukupan, dan kemuliaan di sisi Allah dan di sisi manusia.

Telah dikatakan kepada al-Muhallib bin Abi Shafrah: “Dengan apa Anda mendapatkan semua ini?” Beliau menjawab: “Dengan menaati keyakinan dan menyelisihi hawa nafsu. Inilah awal dan akhir di dunia. Adapun di akhirat, sungguh Allah Subhanahu wata’ala telah menjadikan jannah sebagai akhir bagi orang yang menyelisihi hawa nafsunya, sedangkan neraka menjadi akhir bagi orang yang mengikuti hawa nafsunya.” 7

Secara umum, tidak ada penyakit melainkan ada obatnya, ada orang yang tahu, tapi ada juga orang yang bodoh. Khusus bagi yang terjangkit salah satu dari jenis syahwat tersebut hendaknya bersegera untuk mencari solusi dan sarana menuju keselamatan. Dengan tekad yang kuat, berusaha untuk bersabar, ketinggian tekad, menyibukkan diri dengan urusan-urusan yang penting dan menjauhi hal-hal yang tidak berguna. Hendaknya dia juga bermujahadah di jalan Allah Ta’ala, menahan hawa nafsunya, memperbaiki bisikan hati dan kemauannya, banyak bersahabat dengan orang-orang shalih, secara kontinyu tadharru’ (tunduk) kepada Allah Ta’ala dan menghinakan diri di hadapan Allah ‘Azza wajalla.


Foote Note:
1. Raudhatul Muhibbin: 472.
2. Ibid 483.
3. Ibid 474.
4. Ibid 478.
5. Ibid 479.
6. Ibid 481, 482.
7. Ibid hal. 483, 484.


[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 48-53, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails