Sesungguhnya cara yang adil dalam menyikapi syahwat adalah yang berada dalam pertengahan di antara sikap orang-orang fajir (pendosa) dan pecinta tindakan keji dengan sikap para rahib yang terlalu ekstrem dalam menolak syahwat. Para pendosa meremehkan shalat dan mengikuti keinginan syahwat. Sedangkan para rahib mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dari yang baik-baik. Adapun dienullah ’Azza wajalla menjaga kemaslahatan manusia, mengarahkan nafsu biologis dan syahwat yang memang dimiliki manusia. Islam mengakui dan mengesahkannya, tetapi disertai pemberian aturan dan arahannya.
Ibnul Qayyim menjabarkan sifat pertengahan ini:
”Karena manusia tidak pernah lepas dari hawa nafsu selagi masih hidup, dan memang hawa nafsu itu suatu keniscayaan yang dimiliki manusia, maka perintah untuk melepas seluruh ikatan hawa nafsu seperti menghilangkannya. Akan tetapi yang sesuai takaran dan diperintahkan adalah mengalihkan hawa nafsu dari jurang kebinasaan menuju keamanan dan keselamatan.
Sebagai contoh adalah, Allah ’Azza wa jalla tidak memerintahkan supaya hati berpaling dari syahwat terhadap wanita secara total. Akan tetapi memerintahkan untuk menikahi wanita-wanita yang ia sukai, satu sampai empat istri, atau kepada budak yang ia kehendaki, maka Allah mengalihkan aliran syahwat dari satu posisi ke posisi yang lain, sesungguhnya angin yang menerpa bisa berubah menjadi hujan.” 1
Foote Note:
1. Raudhatul Muhibbin hal.11, lihat pula Dzammul Hawa oleh Ibnu al-Jauzi hal.35.
[Disalin dari buku ’Ubuudiyyatusy-Syahwaat, edisi Indonesia Pemburu Nikmat Sesaat, oleh Dr. Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Lathif, hal 11-12, terbitan Pustaka At-Tibyan, penerjemah Abu Umar Abdillah].
Senin, 28 September 2009
Sikap Tengah Islam dalam Menundukkan Syahwat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar